“Penemuan PPN 12% & Dolar AS Rp16.300: Hidup Warga RI Makin Sulit”

by -55 Views

Aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia diprediksi akan terganggu akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Salah satu sektor yang akan terdampak adalah industri tekstil dan barang dari tekstil atau TPT, di mana depresiasi rupiah menyebabkan biaya produksi meningkat karena bahan baku industri tekstil berbasis dolar. Hal ini membuat produk impor, terutama dari China, semakin kompetitif di pasar.

Selain tekanan dari bahan baku dan produk impor, pelaku industri TPT juga dihadapkan pada kenaikan biaya produksi di dalam negeri, seperti peningkatan PPN dan Upah Minimum Kabupaten/Kota. Kenaikan tarif PPN sendiri dapat menekan daya beli masyarakat karena harga barang menjadi lebih tinggi, terutama karena pelemahan nilai tukar rupiah yang dapat menyebabkan inflasi akibat perubahan nilai tukar.

Oleh karena itu, sektor industri, terutama furnitur dan kerajinan ekspor, dapat mengalami keuntungan dari pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Namun, kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 dapat membuat ongkos produksi dalam negeri meningkat. Selain itu, kenaikan PPN juga dapat memperlambat kegiatan manufaktur karena penurunan permintaan di dalam negeri.

Dengan beberapa dampak negatif yang dihadapi, penting bagi pemerintah untuk memberikan insentif dan dukungan kepada sektor industri dalam negeri untuk terus tumbuh dan mengoptimalkan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini penting untuk mengatasi potensi deindustrialisasi dan mempertahankan daya beli masyarakat serta aktivitas ekonomi yang sehat. Saat ini, adaptasi dan strategi perlu diterapkan agar pelaku industri dapat tetap bersaing dan berkembang di tengah dinamika ekonomi global yang terus berubah.