“Polemik PPN 12%: Kontroversi Cuci Tangan?”

by -48 Views

Konflik saling tuding terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan semakin memanas di DPR RI. Ketegangan ini melibatkan beberapa fraksi seperti PDI-Perjuangan (PDIP), Gerindra, dan Golkar. Penolakan terhadap PPN 12% oleh PDIP dianggap aneh mengingat PDIP terlibat dalam pembuatan UU HPP. Pasalnya, PDIP bahkan terlibat dalam panja pembuatan UU HPP. Kritik terhadap penolakan ini disampaikan oleh Waketum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, yang mempertanyakan kembali alasan penolakan PDIP terhadap kenaikan PPN. Kemudian, penolakan ini juga diikuti oleh Partai Golkar yang menegaskan kembali peran PDIP dalam pengesahan UU tersebut. Ketegangan terus berlanjut dengan pernyataan politik dari masing-masing pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, yang menegaskan sikap politik tidak konsisten dari PDIP.

Lebih lanjut, PDIP membuka suara terkait kisruh PPN 12% ini melalui Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus. Deddy menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% bukan inisiatif dari Fraksi PDIP, melainkan dari pemerintahan sebelumnya. Sikap politik dari PDIP dipertanyakan oleh berbagai pihak, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang memberikan penegasan terkait kenaikan PPN sesuai dengan UU yang telah disahkan. Sri Mulyani menegaskan bahwa semua indikator telah dipertimbangkan sebelum pengambilan keputusan terkait kenaikan tarif PPN. Deddy juga menekankan bahwa PDIP tidak bermaksud untuk menyalahkan pemerintahan terkait hal ini.

Dalam konteks undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025 merupakan hasil dari pembahasan panjang antara DPR dan pemerintah. Hal ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan selanjutnya menjadi 12% pada tahun 2025. Semua pihak berkomitmen untuk menjaga kesehatan APBN dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sri Mulyani juga menekankan perlunya sosialisasi kepada masyarakat agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik tanpa memicu kegaduhan yang berlebihan.