Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal mengenai kelanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 6 per juta British thermal unit (MMBTU) untuk tujuh kelompok industri, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto menyatakan bahwa rencana kelanjutan program HGBT ini telah sesuai dengan UU Migas di mana harga gas bumi domestik ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan harga jual gas telah memperhitungkan aspek keekonomian agar tidak merugikan sektor hulu migas, midstream, maupun sektor hilir migas.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif CESS, Ali Ahmudi Achyak menganggap kebijakan harga gas murah ini penting untuk kelangsungan industri yang terkait dengan gas bumi dan berdampak luas terhadap penyerapan tenaga kerja serta penerimaan pajak. Namun, terdapat evaluasi terkait penerapan kebijakan HGBT, khususnya terkait kelayakan industri hilir yang menerima manfaat, sehingga insentif ini tidak hanya mengurangi penerimaan negara tetapi juga memiliki efek domino terhadap ekonomi nasional.
Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) juga mengapresiasi keberlanjutan program HGBT sebagai bentuk dukungan terhadap kelangsungan industri terkait. Namun, Ketua Umum AKLP, Yustinus Gunawan menunggu kepastian hukum terkait penerapan HGBT melalui penerbitan Permen ESDM.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dampak dari keberlanjutan HGBT, simak dialog antara Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, dan Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak dalam acara Squawk Box, CNBC Indonesia (Selasa, 07/05/2024).