Protes di Australia karena Harga Nikel Turun, Dikarenakan Indonesia?

by -87 Views

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membantah klaim bahwa harga nikel dunia turun karena pasokan yang berlebihan dari Indonesia. Hal ini menyusul keluhan dari perusahaan nikel Australia terkait penurunan harga nikel saat ini.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, menjelaskan bahwa dalam 10 tahun terakhir, harga nikel masih relatif tinggi. Rata-rata harga nikel dalam 10 tahun terakhir sekitar US$ 15.000 per ton, yang lebih rendah dibandingkan harga saat ini sekitar US$ 17.000 per ton.

Menurutnya, keluhan dari penambang Australia dan New Caledonia terkait penurunan harga nikel saat ini disebabkan oleh faktor internal di negara mereka sendiri. Australia, misalnya, beberapa tambang nikel ditutup karena proyek-proyek itu dimulai ketika harga nikel di atas US$ 20.000 per ton.

Di New Caledonia, banyak tambang nikel ditutup karena kurang efisien. Harga nikel pada 29 Februari 2024 tercatat sebesar US$ 17.670 per ton, naik 2,93% dari minggu sebelumnya dan naik 8,75% secara bulanan. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga nikel masih turun 28,39%.

Wyloo Metals, perusahaan tambang nikel Australia, telah mengonfirmasi penutupan sementara operasi tambang nikel Kambalda mereka pada tanggal 31 Mei. Hal ini terjadi karena harga bahan baja tahan karat dan baterai turun 45% dalam 12 bulan terakhir. CEO Wyloo Luca Giacovazzi menyatakan bahwa penutupan itu hanya bersifat sementara.

Penghentian operasi tambang nikel di beberapa wilayah, seperti tambang nikel Savannah di Kimberley dan tambang nikel Ravensthorpe di Australia, juga mempengaruhi lapangan pekerja di sektor ini. Perusahaan-perusahaan tambang tersebut menghadapi tantangan efisiensi dan harga nikel yang turun dalam beberapa tahun terakhir.