Meningkatnya Ketegangan di Timur Tengah, Potensi Pecahnya Perang antara Israel dan Mesir Awas

by -65 Views

Israel dilaporkan berisiko menyeret negara Arab baru lagi ke dalam perang. Saat ini Israel berencana merebut kembali Koridor Philadelphia, yakni ‘tanah tak bertuan’ yang membentang di sepanjang wilayah selatan Gaza di perbatasan dengan Mesir.
Perbatasan sepanjang 14 km tersebut diyakini Israel telah digunakan selama bertahun-tahun oleh kelompok militan di wilayah tersebut. Mulai dari menyelundupkan senjata, teknologi, uang, hingga personel.
Israel sendiri pun yakin aliran senjata, teknologi, dan uang yang terus menerus masuk ke Gaza untuk kelompok Hamas berasal dari Semenanjung Sinai, yang kemudian diselundupkan melalui perbatasan melalui koridor tersebut. Untuk mencegah hal itu terjadi, Israel kini mempertimbangkan untuk menduduki kembali daerah ini.
Hal ini bahkan sudah didukung oleh sejumlah politisi Israel. Termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam beberapa pekan terakhir.
Keinginan Israel tersebut juga dikatakan Peneliti senior di The International Institute for Counter-Terrorism Dr. Ely Karmon. Namun menurut pengamat Israel itu, negeri tersebut tidak berniat menduduki wilayah tersebut.
Sebaliknya, idenya adalah negara itu hanya akan meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut untuk menjaga keamanan. “Merebut wilayah tersebut akan sangat sulit dilakukan, hanya karena Israel memiliki perjanjian damai dengan Mesir,” klaimnya mengutip RT, Selasa (23/1/2024).
Meski begitu Direktur eksekutif Pusat Penelitian dan Studi Arab (ACRS) di Kairo, Hany Soliman, mengatakan hal lain. Kata-kata Netanyahu biasanya selalu didukung oleh tindakan.
Ia mengutarakan terkait keinginan “penguasaan” itu, Israel dengan sekutu dekatnya Amerika Serikat (AS) setuju mengenai pembangunan tembok bawah tanah di sisi Mesir. Proyek tersebut, yang direncanakan memiliki kedalaman 1 km dan panjang 13 km, akan dilengkapi dengan sensor dan teknologi lainnya.
Ini disinyalir memungkinkan penggalian dapat dideteksi. Diharapkan kelompok “radikal” tak akan lolos dari koridor tersebut
Soliman mengatakan proyek ini didanai oleh AS. Namun kemungkinan terwujudnya upaya tersebut sangat bergantung pada kemauan masyarakat Mesir, dan mereka mungkin tidak ingin terburu-buru.
“Pertama, pada tingkat politik dan keamanan, Mesir tidak akan menandatangani protokol seperti itu, terutama ketika ada ketidakjelasan mengenai niat Israel dan ketika ada kekhawatiran mengenai upaya Israel untuk meloloskan dan memaksakan rencana pengungsian mereka,” katanya.
“Dan kedua, jangan lupakan Otoritas Palestina. Mereka mempunyai hak penuh untuk menolak proyek ini. Mereka dapat mengklaim bahwa pendudukan poros Philadelphi tidak sesuai dengan Perjanjian Oslo dan melanggar kedaulatan mereka”.
Di sisi lain, opini publik juga menjadi salah satu penentu rencana Israel tersebut. Sebuah jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan di 16 negara Arab oleh Pusat Penelitian dan Studi Kebijakan Arab menunjukkan bahwa 92% responden merasakan solidaritas terhadap Palestina.
Dari responden, 89% menolak negara mereka menormalisasi hubungan dengan Israel, sementara 36% mengatakan pemerintah mereka harus memperburuk hubungan dengan pejabat di Yerusalem. Hal ini mungkin berarti kerja sama keamanan yang lebih erat antara Israel dan Mesir di poros Philadelphia merupakan misi yang terlalu sulit untuk dilaksanakan.
Soliman juga memperingatkan bahwa kehadiran Israel di jalur tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan. Termasuk perang baru dengan Mesir.
“Hal ini akan ditafsirkan sebagai serangan terang-terangan terhadap perjanjian perdamaian antara kedua negara,” tambahnya.
“Hal ini akan berisiko menjadikan Mesir sebagai salah satu pihak dalam sengketa perbatasan, dan akan menghancurkan perjanjian antara Kairo dan Organisasi Pembebasan Palestina – sesuatu yang pada akhirnya akan melemahkan perjanjian damai antara kedua negara,” jelasnya.