Perang antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina, Hamas, masih berlanjut di Gaza. Militer Israel terus mengintensifkan serangan untuk menghancurkan Hamas yang telah menyerang Selatan negara itu pada 7 Oktober lalu. Ada beberapa perkembangan terbaru yang terjadi dalam konflik ini. Pertama, Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammad Shtayyeh menolak rencana Israel untuk membentuk otoritas transisi yang mengatur Gaza. Dia menegaskan bahwa otoritas Palestina tidak akan kembali memerintah Gaza tanpa adanya perjanjian yang mencakup Tepi Barat sebagai negara Palestina. Kedua, Iran sedang merekrut lebih dari 3 juta sukarelawan untuk bergabung dengan Hamas dalam perang melalui kampanye online yang disebut “Badai Al-Aqsa”. Iran memiliki kedekatan dengan Hamas dan juga memiliki proksi yang kuat di Lebanon, Hizbullah. Ketiga, Parlemen Tunisia sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang yang mengkriminalisasi normalisasi hubungan dengan Israel. Rancangan ini memberikan hukuman berupa penjara dan denda bagi siapa pun yang berkegiatan ekonomi, budaya, atau militer dengan Israel. Keempat, Hamas telah meluncurkan serangan roket dari Lebanon ke arah Israel, meningkatkan eskalasi di perbatasan. Kelompok Hizbullah juga ikut serta menyerang posisi tentara Israel. Kelima, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menekan Israel untuk melindungi warga sipil di Gaza dan meningkatkan bantuan kemanusiaan. Keenam, massa di Dagestan, Rusia menyerbu bandara setelah beredar rumor tentang penerbangan dari Israel. Israel telah meminta Rusia untuk melindungi warganya di wilayah tersebut. Ketujuh, jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai 7.950 orang, sementara di Israel mencapai 1.400 jiwa. Israel juga telah melancarkan serangan ke rumah sakit di Gaza, dan pasokan air di Gaza juga terancam. Artinya, konflik ini masih jauh dari penyelesaian, dengan implikasi yang semakin luas dan serius.