Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah kabar bahwa penerapan tarif pajak hiburan khusus sebesar 40%-75% telah dibatalkan dan kembali seperti sebelum berlakunya UU HKPD. Dia mengungkapkan hal tersebut setelah bertemu dengan pelaku usaha hiburan yang terdampak tarif itu di kantornya, Jakarta, Senin (22/1/2024).
Airlangga menyatakan bahwa tarif yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) masih berlaku sampai saat ini, namun dapat dikurangi melalui insentif fiskal di daerah, bergantung pada ketetapan yang diatur oleh pemerintah daerah masing-masing.
Ia menekankan bahwa tarif pajak hiburan khusus untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, yang termasuk dalam pajak dan jasa tertentu (PBJT), hanya bergantung pada insentif yang diberikan oleh daerah, sesuai dengan Pasal 101 UU HKPD. Keputusannya pun tergantung pada diskresi dari pemerintah daerah.
Airlangga juga menegaskan bahwa dalam Surat Edaran (SE) Menteri Salam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ juga hanya menegaskan terkait insentif. Oleh karena itu, tidak ada perubahan besaran tarif yang memberi ruang kembali seperti yang diterapkan dalam UU PDRD.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa pemerintah pusat telah meminta pemda untuk menagihkan tarif pajak hiburan khusus yang tergolong Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sesuai dengan tarif lama yang selama ini ditagihkan masing-masing pemda kepada pengusaha.
Di akhir pertemuan, Hariyadi memastikan bahwa SE ini sudah cukup bagi pemda untuk menetapkan tarif pajak hiburan yang lama, sesuai dengan yang sebelumnya ditetapkan melalui UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Oleh karena itu, kepala daerah diminta untuk mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan dalam SE Mendagri, tanpa mencari acuan hukum dari kementerian lain.