Kubu Eks Wamenkumham Berharap Praperadilan Diterima Untuk Sidang Hari Ini

by -80 Views

Jakarta: Pihak mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif? Hiariej berharap permohonan praperadilan dalam status tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diterima. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang permohonan tersebut hari ini, 18 Desember 2023.

“Pada harapan kami tentunya permohonan praperadilan kami dikabulkan,” kata Pengacara Eddy, Ricky Sitohang kepada Medcom.id, Senin, 18 Desember 2023.

Persidangan pertama permohonan praperadilan ini seharusnya digelar pekan lalu. Namun, KPK tidak dapat hadir dengan alasan tim biro hukumnya sedang bertugas di luar kota.

Pihak Eddy berharap persidangan kali ini tidak ditunda lagi. Tujuannya agar kepastian hukum untuk kliennya segera didapatkan.

“Tentunya kami tetap menghormati hukum yang berlaku,” ujar Ricky.

Sebelumnya, KPK mengatakan siap menjalani persidangan yang diajukan Eddy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim biro hukum sudah kembali dari luar kota, dan dapat menghadiri peradilan tersebut.

“Kami pastikan tim biro hukum akan hadir, kami akan memberikan tanggapan, jawaban dari apa yang menjadi bahan praperadilan itu,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 13 Desember 2023.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, mantan Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, dan Yogi Arie Rukmana.

Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana tersebut untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Total uang yang diterima tersebut belum final. KPK akan mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.

Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.