World App atau Worldcoin telah menjadi topik pembicaraan global saat ini, termasuk di Indonesia. Aplikasi ini menawarkan imbalan finansial bagi pengguna yang melakukan pemindaian biometrik pada mata, dengan nilai hingga Rp800 ribu. Namun, kepopuleran Worldcoin ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan data pribadi pengguna, khususnya terkait data biometrik sensitif.
Teknologi pemindaian iris yang digunakan oleh Worldcoin untuk membuat identitas digital global bernama World ID telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai negara. Sejumlah negara telah mengambil langkah tegas dalam menghentikan atau membatasi operasi pemindaian biometrik oleh Worldcoin. Misalnya, di Spanyol, Badan Perlindungan Data telah memerintahkan Worldcoin untuk menghapus data biometrik warganya dengan alasan pelanggaran terhadap Regulasi Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR).
Larangan atau pembatasan serupa juga dilakukan oleh berbagai negara lain seperti Hong Kong, Jerman, Brasil, Kolombia, India, Korea Selatan, Kenya, Portugal, dan Indonesia. Kekhawatiran yang muncul berkisar pada risiko penyalahgunaan data biometrik, kurangnya transparansi dalam pengumpulan dan penyimpanan data, serta ancaman terhadap privasi pengguna.
Meskipun pengembang Worldcoin, yaitu Tools for Humanity (TFH), menyatakan tidak menyimpan data pribadi pengguna dan menekankan bahwa pengguna memiliki kendali penuh atas informasi mereka, namun kekhawatiran tetap ada. TFH telah melakukan diskusi dengan berbagai otoritas sebelum beroperasi di Indonesia dan menyelenggarakan kampanye edukasi publik. Pengawasan ketat dari otoritas data dan perlindungan konsumen tetap menjadi hal yang penting dalam implementasi teknologi biometrik ini.