Polemik seputar penggunaan embel-embel “jazz” dalam festival musik kembali mencuat dengan sorotan yang tertuju pada festival tahunan Prambanan Jazz. Kritik tajam datang dari musisi veteran dan penggiat jazz Indonesia, Indra Lesmana, yang merasa bahwa festival tersebut telah kehilangan “jiwa jazz”-nya dan hanya berfokus pada aspek angka dan komersialisme. Sebagai sosok yang memiliki pengalaman lebih dari empat dekade dalam dunia jazz Indonesia, Indra Lesmana menyoroti kurangnya kehadiran musisi jazz di festival yang mengklaim sebagai acara jazz. Menurutnya, keberadaan musisi jazz yang minim hanya akan membuat festival tersebut kehilangan esensi sejati dari jazz.
Sebagai tanggapan, Indra Lesmana menegaskan bahwa jazz sedang mengalami evolusi dan masih relevan hingga saat ini dengan adanya seniman-seniman muda yang membawa nuansa segar dalam dunia jazz. Menurutnya, sebuah festival jazz seharusnya memberikan ruang bagi musisi untuk berkreasi dan bagi penonton untuk merasakan pengalaman yang mendalam, bukan hanya sekedar mengejar jumlah penonton semata.
Selain itu, Indra Lesmana juga menyoroti fenomena dimana festival yang mengusung nama “jazz” justru lebih banyak diisi oleh musisi dari genre lain, hal ini dinilai dapat membingungkan penonton dan mereduksi visibilitas musisi jazz sekaligus melemahkan identitas budaya jazz itu sendiri. Dukungan terhadap kritik dari Indra Lesmana pun datang dari musisi lain seperti Endah Widiastuti, yang menawarkan ruang bagi musisi jazz yang kesulitan mendapatkan panggung untuk tampil di tempat yang dikelola olehnya tanpa dipungut biaya. Semua ini menunjukkan bahwa jazz bukan hanya sekadar label atau genre, tetapi merupakan sebuah budaya yang hidup dan berkembang yang memerlukan dukungan dan ruang agar tetap relevan dan berkembang di tengah industri hiburan yang dinamis. Dengan demikian, polemik seputar festival jazz menjadi refleksi penting bagi industri musik Indonesia.
Musisi Jazz Meriahkan Festival dengan Penampilan Gratis di Venue Sendiri
