Strategi Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Adat

by -99 Views

Ketahanan Pangan selalu menjadi perbincangan penting sejak zaman Presiden Soekarno hingga saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Bahkan Soekarno pernah mengatakan bahwa keberadaan pangan merupakan hal yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup suatu bangsa. Jika kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi, maka akan terjadi malapetaka besar. Oleh karena itu, diperlukan upaya besar, radikal, dan revolusioner untuk mencapai ketahanan pangan.

Ketahanan Pangan memiliki dimensi yang kompleks. Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), ketahanan pangan adalah ketika semua individu memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang mencukupi, aman, dan bergizi sesuai dengan kebutuhan mereka untuk menjalani kehidupan yang aktif dan sehat.

Pemerintah Indonesia sendiri telah mendefinisikan ketahanan pangan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan sebagai suatu kondisi di mana kebutuhan pangan terpenuhi mulai dari tingkat negara hingga individu, dengan tersedianya pangan yang mencukupi, berkualitas baik, aman, bergizi, merata, dan terjangkau sesuai dengan keyakinan dan budaya masyarakat, untuk menjalani kehidupan yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Andy Utama, pendiri Arista Montana Organic Farm, menyuarakan pertanyaan penting terkait dengan kemandirian pangan dan semangat Trisakti. Apakah kita memiliki kedaulatan pangan yang cukup? Mampukah kita mandiri dalam hal pangan? Apakah budaya pangan kita cukup kuat dalam hal penyediaan dan pengolahan pangan?

Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk kebutuhan pangan penting. Konsumsi gandum mencapai 8,6 juta ton, sementara impor kedelai dan beras masing-masing mencapai 2.162 ton dan 2,9 juta ton untuk tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat dibilang sebagai negara agraris yang mandiri dalam hal pangan. Dengan ketergantungan yang begitu besar pada impor pangan, Indonesia belum mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan yang diharapkan.

Di masa Orde Baru, Indonesia sempat mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, namun hal tersebut terbatas pada komoditas beras. Penggunaan pendekatan Revolusi Hijau telah meninggalkan dampak negatif seperti ketergantungan petani pada bahan kimia dan hilangnya keberagaman lokal. Hal ini membuat petani semakin sulit untuk mengandalkan pertanian sebagai penghidupan utama.

Ingatlah bahwa nusantara telah bertahan selama berabad-abad karena memiliki ketahanan pangan yang kuat. Kearifan lokal dalam pertanian adalah kunci penting bagi ketahanan pangan yang berkelanjutan. Masyarakat adat seperti Baduy di Jawa Barat dan Desa Tenganan Pegringsingan di Bali memberikan contoh nyata tentang bagaimana menjaga ketahanan pangan dengan tetap menjaga kelestarian alam dan budaya mereka.

Kita semua perlu belajar dari kearifan lokal dan membangun ketahanan pangan berbasis pada budaya dan lingkungan kita sendiri. Adalah saatnya untuk mengambil langkah nyata menuju kedaulatan pangan dan membangun sistem produksi pangan yang berkelanjutan. Semoga dengan upaya bersama, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang kokoh dan mandiri.

Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat