PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

by -64 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]

Para pembaca yang terhormat,

Jika kita mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kita akan belajar bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih. Seringkali, perjuangan ini berbentuk konflik militer.

Demikian pula, Indonesia hanya bisa mendapatkan kemerdekaannya karena adanya perjuangan gigih yang melibatkan para pendahulu Indonesia – perjuangan militer besar generasi tahun ’45.

Sebuah perjuangan militer tidak dapat berhasil tanpa adanya pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan teladan dan prinsip militer yang sudah teruji. Pemimpin yang memberi teladan, pemimpin yang memimpin dari garis depan.

Saya melihat sikap tersebut ditunjukkan oleh para pemimpin saya, para pembimbing saya sepanjang karier saya di TNI. Beberapa dari mereka adalah bagian dari generasi tahun ’45 yang membebaskan Indonesia dari kolonialisme Belanda.

Saya merujuk kepada sikap pemimpin seperti Kolonel TNI (Purn.) Azwar Syam, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Himawan Soetanto, Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mung Parahadimulyo, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogie Suardi Memet, Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah, Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr Aloysius Benedictus Mboi, Raden Panji Muhammad Nur, dan banyak lagi yang saya anggap sebagai pembimbing saya.

Saya juga merujuk kepada sikap pelatih-militer saya sebelumnya. Mereka telah membentuk dan membantu saya, termasuk Kapten Haruman dan Warrant Officer Bayani.

Tanpa contoh teladan ini, saya tidak akan seberhasil memimpin operasi militer ketika saya masih seorang perwira TNI. Saya tidak akan seberhasil setelah pensiun dari Angkatan Darat.

Selain belajar pelajaran penting dan keterampilan dari pemimpin dan pelatih saya, selama saya di TNI, saya juga menyempatkan waktu untuk membaca kisah kepemimpinan pejuang kemerdekaan kita dan pemimpin dunia lainnya.

Kita dapat belajar banyak dari kepemimpinan Gadjah Mada, Raden Wijaya, Malahayati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Gubernur Suryo, Jenderal Sudirman, Robert Wolter Mongisidi, dan banyak tokoh nasional lainnya yang begitu gigih berjuang untuk bangsa Indonesia.

Ada juga banyak yang bisa kita pelajari dari ketabahan Aleksander Agung, Julius Caesar, Duke of Wellington, Mustafa Kemal Atatürk, Deng Xiaoping, Emiliano Zapata, dan tokoh militer dunia lainnya yang berhasil memimpin pasukan dan negara mereka melalui pertempuran besar.

Selama bertahun-tahun, saya telah membagikan kisah sikap pemimpin militer yang berhasil: para senior saya, instruktur saya, dan tokoh nasional dan dunia dalam kuliah-kuliah saya di Padepokan Garudayaksa, pusat pembelajaran yang saya bangun di Hambalang, dan baru-baru ini dalam kursus-kursus saya di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).

Namun, saya tahu bahwa dengan hanya memberikan ceramah tentang sikap pemimpin militer yang berhasil tidak cukup untuk membangun kesadaran di antara generasi pemimpin TNI dan pemimpin nasional yang baru.

Oleh karena itu, dengan menulis buku ini, saya membagikan pengalaman dan pengetahuan saya kepada khalayak yang lebih luas. Saya berharap semakin banyak orang yang akan mendapatkan manfaat dari apa yang saya pelajari dari tokoh-tokoh seperti Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, dan individu teladan lainnya yang bukan hanya sebagai pemimpin TNI yang hebat tetapi juga sebagai negarawan yang patut diapresiasi.

Selain belajar dari para senior saya, saya juga belajar banyak dari rekan-rekan sejawat saya dan bawahan saya. Di antara mereka adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Glenny Kairupan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Suhartono Suratman, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo, Kapten TNI Pahlawan (Anumerta) Sudaryanto, dan Letnan Satu TNI Pahlawan (Anumerta) Siprianus Gebo.

Selain nama-nama bawahan saya yang telah saya sebutkan di atas, masih banyak yang mencolok. Sebagai contoh, rekan-rekan saya di Akademi Militer (AKABRI) angkatan ’74: Brigadir Jenderal TNI Harry Pysand, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mahidin Simbolon, dan Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Endang Nugiri. Mereka semua mencuat di bidang operasi. Saya melihat mereka dalam kontak senjata. Mereka adalah gambaran keberanian dan pengorbanan. Terkadang mereka bahkan terlalu berani. Beberapa rekan sejawat dan bawahan saya tertembak oleh musuh karena keberaniannya.

Beberapa bawahan saya yang lain juga mencolok dalam pertempuran: Kapten CDM TNI (Purn.) Dr Boyke Setiawan sering bergabung dengan saya di medan perang, Kolonel Infanteri TNI Pahlawan (Anumerta) Adel Gustimego (’78), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan (’80), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Musa Bangun (’83), Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Taufik Hidayat (’83), Kolonel TNI (Purn.) Sugeng Rahardjo, dan Mayor Jenderal TNI (Purn.) Meris Wiryadi (’83).

Saya juga ingin menyebutkan Mayor Jenderal Surawahadi, komandan peleton saya ketika dia masih Letnan Dua. Dia sangat tajam. Begitu melihat musuh, dia akan terus mengejar mereka walaupun usaha semacam itu membutuhkan berbulan-bulan.

Juga, bawahan-bawahan saya yang sangat berprestasi dalam angkatan kelulusan ’87: Mayor Jenderal TNI Marga Taufiq (’87), Jenderal TNI Andika Perkasa, yang kini menjabat sebagai Panglima TNI, Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra, yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana, yang sebelumnya Komandan Batalyon 328, Komandan Brigadir 17, kini menjadi Irjen Kemhan. Ida Bagus kini bekerja dengan saya setelah berpisah selama puluhan tahun.

Sebenarnya, jika saya menulis tentang mereka secara detail, saya tidak akan pernah selesai menulis buku ini. Mungkin dalam buku saya berikutnya, saya akan menceritakan tentang mereka. Saya juga mengingat kembali catatan saya tentang banyak perwira dan prajurit yang telah mengabdi bersama saya. Di buku mendatang, saya akan memberitahu Anda tentang mereka. Buku ini sudah lebih dari 500 halaman. Saya harap sikap dan kualitas kepemimpinan yang digambarkan dalam buku ini dapat meningkatkan kesadaran bersama untuk memperkuat perjuangan kita dalam membangun Indonesia yang kuat, dihormati, dan makmur.

Source link