Jakarta Menyia-nyiakan Status DKI-nya, Akibatnya Terpuruk

by -105 Views

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara resmi mulai membahas pembentukan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ. Pembentukan RUU ini menyusul status Jakarta usai tidak lagi menjadi daerah khusus ibu kota (DKI).

Badan Legislasi atau Baleg DPR menargetkan RUU itu dapat rampung dan disahkan sebagai UU pada 4 April 2024 dalam rapat paripurna DPR.

“Pembahasan awal RUU DKJ di ruang rapat Baleg DPR menetapkan dua aspek, yakni jadwal pembahasan serta mekanisme. Untuk mekanisme pembahasan telah menetapkan sejumlah daftar inventarisasi masalah (DIM) yang telah diserahkan DPD dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Selain pembahasan DIM, terdapat lima fakta menarik yang muncul dalam rapat awal RUU DKJ di ruang Baleg DPR. Berikut ini rinciannya:

1. Jakarta Akan Disulap Seperti New York dan Melbourne

Pemerintah berencana menetapkan arah pembangunan Jakarta sebagai kota bisnis, setelah tak lagi menjadi ibu kota. Ada beberapa kota di dunia yang dijadikan acuan sebagai arah pengembangan Jakarta ke depan melalui RUU DKJ.

2. Konsep Pembangunan Jakarta Sebagai Kota Aglomerasi

Arah pembangunan Jakarta sebagai kota pusat bisnis ke depan seiring juga dengan konsep pengembangannya yang menjadi kota aglomerasi, yakni pembangunannya yang diikuti dengan pengembangan kota-kota satelit di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur atau Jabodetabekjur.

3. Dibentuk Badan Khusus Demi Kota Aglomerasi Jakarta

Konsep pembangunan Jakarta sebagai kota aglomerasi akan diarahkan oleh satu badan khusus yang nantinya dikenal sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi.

4. Wapres Akan Memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi Jakarta

Dewan Kawasan Aglomerasi yang akan menjadi badan khusus pembangunan Jakarta dan wilayah-wilayah sekitarnya itu akan dipimpin oleh wakil presiden.

5. Gubernur Tetap Dipilih oleh Rakyat, Bukan Ditunjuk Presiden

RUU DKJ juga akan membahas mengenai gubernur yang menjadi pemimpin daerah tersebut. Isu yang menyoroti ialah gubernur akan ditunjuk oleh presiden, namun Tito membantah hal itu.

Konsep pemilihan gubernur DKI Jakarta nantinya akan masih berupa Pilgub atau ditunjuk presiden penentuannya tergantung keputusan bersama fraksi-fraksi di Baleg.