Presiden Jokowi Marahi Sudirman Said karena Melaporkan Kasus Papa Minta Saham Setya Novanto

by -89 Views

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan bahwa dia pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat melaporkan tindak korupsi Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Setya Novanto saat itu dilaporkan MKD oleh Sudirman. Setya Novanto diduga kuat mencatut nama Jokowi dan Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia atau dikenal sebagai kasus ‘papa minta saham’.

“Kalau saya boleh tambahkan, ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD, itu Presiden (Jokowi) sempat marah. Saya ditegur keras,” kata dia saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, dilansir Sabtu, 2 November 2023.

Bahkan, Co-captain Timnas Pemenangan AMIN ini menegaskan bahwa dia juga dituduh oleh Jokowi jika ada pihak yang memerintahkannya untuk melaporkan kasus Setya Novanto yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPR RI.

“Dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan. Padahal itu semata-mata tugas saya sebagai pemimpin sektor. Memang sempat juga Pak Presiden marah juga kepada saya, dan saya menjelaskan tidak ada pihak manapun yang memerintahkan,” jelasnya.

Kasus ‘papa minta saham’ bermula saat muncul rekaman percakapan Pengusaha Muhammad Riza Chalid dengan Setya Novanto dan meminta saham 20 persen dari Freeport. Riza dan Novanto diduga meminta saham kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin.

Kejaksaan menyangka, keduanya terlibat dalam pemufakatan jahat untuk tindak pidana korupsi dalam lobi perpanjangan kontrak PT Freeport. Sayangnya Kejaksaan Agung kemudian menegaskan kasus ‘papa minta saham’ telah selesai.

Gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan terhadap uji materi dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Rekaman suara tersebut dinyatakan ilegal.

“Itu kendala semua bagi kita, jadi bukti-bukti yang tadinya kita anggap bisa melengkapi penangan perkara ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti, itu antara lain,” ujar Jaksa Agung saat itu M. Prasetyo.