Tarif Impor Sawit Indonesia Naik 32% dari Trump: Dampak dan Solusinya

by -37 Views

Kebijakan tarif impor tinggi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengenakan bea masuk hingga 32% untuk produk ekspor, termasuk minyak sawit mentah (CPO), berpotensi memberikan pukulan keras bagi Indonesia. Petani dan pelaku industri sawit dalam negeri mulai khawatir dengan dampak kebijakan tersebut terhadap harga dan penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani.

Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) melihat tarif tersebut sebagai upaya proteksi ekonomi yang kompleks dan berkaitan dengan kepatuhan negara-negara terhadap regulasi dan jejak produksi (traceability). Dengan ekspor CPO Indonesia ke AS turun 20% pada Januari 2025 dibandingkan Januari tahun sebelumnya, dampak kebijakan tarif mulai dirasakan.

Mansuetus Darto dari SPKS menjelaskan bahwa kebijakan tarif Trump dapat mengganggu perekonomian Indonesia, terutama mengingat pengalaman saat krisis Lehman Brothers tahun 2008 yang membuat harga sawit anjlok drastis. Selain itu, pemerintah Indonesia juga memberlakukan tarif ekspor, seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) sawit, yang dinilai semakin membebani petani dan pelaku usaha sawit di tengah pasar global yang terus menyempit.

Dalam mengatasi situasi ini, Darto menegaskan bahwa kebijakan efisiensi bukanlah solusi jangka panjang. Upaya seperti mengurangi pupuk, jam kerja, dan herbisida hanya akan merugikan produksi dan pelaku usaha. Ia meminta pemerintah aktif melobi pasar baru, memperkuat kepastian hukum, dan menurunkan tarif ekspor untuk mendukung keberlanjutan sektor sawit Indonesia.

Menyikapi standar keberlanjutan global seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku mulai 2026, proses pembenahan regulasi, tata kelola sektor sawit, dan pemberantasan korupsi di dalam negeri juga dianggap penting. Darto menegaskan perlunya badan sawit nasional yang independen untuk memastikan masa depan sawit Indonesia yang lebih baik.

Source link