Gempa Bumi di Myanmar: Penjelasan Kepala BMKG Tentang Dampak di Bangkok
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, memberikan penjelasan terkait gempa yang baru-baru ini terjadi di Asia Tenggara, terutama di Myanmar dan Thailand. Gempa berkekuatan magnitudo 7,7 terjadi pada Jumat, 28 Maret, dengan kedalaman 10 km dan berpusat sekitar 17 km dari kota Mandalay di Myanmar. Gempa susulan berkekuatan 6,4 juga tercatat di lokasi terdekat, diikuti oleh gempa-gempa lain yang lebih kecil.
Efek dari gempa tersebut tidak hanya dirasakan di Myanmar, tetapi juga hingga ke wilayah tengah dan utara Thailand, bahkan sampai ke provinsi Yunnan di China. Gempa ini dikategorikan sebagai doublet earthquake, di mana dua peristiwa gempa bumi dengan magnitudo hampir sama terjadi dalam lokasi yang berdekatan.
Meskipun pusat gempa berada di Myanmar, kerusakan yang parah justru terjadi di Bangkok. Menurut penjelasan Daryono, hal ini terjadi karena efek vibrasi dengan periode panjang yang berisiko tinggi pada tempat dengan tanah lunak dan tebal. Bangkok, yang merupakan tanah endapan, rawan mengalami resonansi menyusul gempa tersebut.
Laporan BMKG menyatakan bahwa gempa ini disebabkan oleh aktivitas Sesar Besar Sagaing, dengan mekanisme sumber strike-slip. Daryono juga mengingatkan bahwa bencana serupa pernah terjadi di Mexico City pada tahun 1985, di mana kerusakan yang hebat terjadi meskipun pusat gempa berada di jarak yang cukup jauh.
Daryono juga menyinggung tentang pengaruh gempa tersebut terhadap wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa gempa tidak hanya memberikan dampak lokal, tetapi juga bisa mempengaruhi wilayah lain secara lebih luas.