Perusahaan baja pertama Korea Selatan, Hyundai Steel, mengumumkan status manajemen darurat pada Jumat (14/3/2025). Akibatnya, gaji eksekutif dipangkas sebesar 20%, dan program pensiun sukarela diberlakukan untuk semua karyawan. Langkah-langkah penghematan biaya, termasuk meminimalkan perjalanan bisnis ke luar negeri, juga diumumkan sebagai bagian dari langkah ini.
Kondisi ini dipicu oleh pengenaan tarif 25% oleh AS terhadap impor baja Korea, yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan karena persaingan ketat di pasar domestik dari pesaing Tiongkok dan Jepang. Presiden AS, Donald Trump, telah memberlakukan tarif 25% pada produk baja dari Korea, mengakibatkan pembatalan kuota bebas tarif hingga 2,63 juta ton tahunan yang disepakati pada tahun 2018.
Dampak dari kebijakan tarif ini diperkirakan akan mengakibatkan kerugian hingga US$890 juta bagi perusahaan baja domestik. Hyundai Steel juga tengah berhadapan dengan konflik serikat pekerja terkait negosiasi upah, yang berdampak pada produksi dan profitabilitas perusahaan. Meskipun telah ada usulan rencana bonus kinerja, serikat pekerja menuntut kenaikan gaji pokok dan insentif yang lebih tinggi.
Meski demikian, Hyundai Steel terus melakukan upaya negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Namun, hambatan dalam negosiasi tersebut mengkhawatirkan dampaknya pada sektor industri dalam negeri. Pendapatan dan laba operasional Hyundai Steel mengalami penurunan signifikan pada tahun sebelumnya, yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi pasar dan kebijakan tarif ekspor.