LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -61 Views

Ada pepatah yang mengatakan seorang guru sejati harus bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan anak buahnya lebih sukses daripada dirinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing muridnya untuk mencapai potensi penuh mereka dan mencapai pangkat tertinggi dalam kepentingan bangsa dan negara. LETJEN TNI (PURN.) KEMAL IDRIS Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi sosok TNI yang sangat terkenal. Pada saat itu, ia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru pada awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga merupakan sahabat dari paman saya, Subianto, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata pada saya: ‘Saya sahabat terbaik dari pamanmu. Pamanmu adalah orang yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup hari ini, saya yakin dia akan menjadi Pangkostrad. Kamu harus mengikuti jejak pamanmu, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Saya masih mengingat kata-katanya. Setelah saya mempelajari lebih lanjut tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya mengerti bahwa beliau adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ke ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Pada tanggal 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana. Pak Kemal Idris adalah seorang pribadi yang berani, sangat pro-rakyat, dan nasionalis teguh. Beliau sangat membenci korupsi sehingga ia bahkan dengan berani mengkritik atasannya, sehingga atasan sering menganggapnya sebagai “anak nakal”. Namun, atasan selalu memaafkan dan melindunginya karena beliau adalah seorang yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda. Kemal Idris turut berperang melawan para pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI, beliau menjadi teman dekat Pak Harto di Kostrad sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad. Salah satu kualitas yang saya ingat dan kagumi dari Pak Kemal Idris adalah sikap terbuka, ramah, dan humorisnya. Beliau selalu jujur dan selalu berpihak pada orang-orang yang kurang beruntung. Namun, Pak Kemal Idris juga memiliki kelemahan. Beliau adalah seorang yang emosional dan sering membuat keputusan terburu-buru dan kesimpulan sebelum benar-benar memahami situasi. Terkadang, sifat ini membuatnya terjebak dalam masalah nyata. Selama hidupnya, beliau sering memberi saya nasihat. Setiap kali saya bertemu dengannya, beliau selalu berbagi pengalaman dan kebijaksanaannya. Beberapa jam sebelum kematiannya, ajudan beliau mengatakan bahwa beliau sudah sangat sakit, dan saya mengunjunginya di RS Abdi Waluyo di Menteng, Jakarta. Di dekat tempat tidurnya, beliau berbisik pada saya, ‘Prabowo, teruslah berjuang.’ Kata-kata terakhirnya pada saya, ‘Jaga republik ini, terima kasih.’ Saya memberikan hormat pada beliau, dan dalam sekejap, air mata mulai berlinang di wajahku. Itu adalah momen yang sangat penuh emosi. LIEUTENANT GENERAL TNI (RET.) HARTONO REKSO DHARSONO Pada zaman Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu sahabat terkuat Pak Harto. Beliau berani untuk memperbaiki Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Beliau menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para atasan dan rekannya. Beliau sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan tentara. Beliau sering memakai topi selampang. Beliau muncul sebagai tokoh pahlawan yang diidolakan. Beliau diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan mahasiswa di ibu kota Jakarta. LETJEN TNI (PURN.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang terdekatnya dengan julukan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga adalah sahabat dari paman saya, Pak Subianto, dan ayah saya, Pak Soemitro. Beliau pernah menjabat sebagai Atase Pertahanan di London. Beliau juga memiliki karier gemilang di TNI. Beliau merupakan sosok yang menonjol di Kodam Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono bersinar sebagai komandan batalyon. Saat pemberontakan G30S/PKI terjadi, beliau menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi. Beliau akhirnya menggantikan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, kemudian menjadi Panglima Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada masa itu, beliau berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Beliau sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan tentara. Beliau sering memakai topi selampang. Beliau diidolakan sebagai tokoh pahlawan, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan mahasiswa di ibu kota Jakarta. Selama era Orde Baru, beliau adalah salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Beliau berani untuk memperbaiki Pak Harto, mengkritik Pak Harto, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Beliau menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para atasan dan rekannya. Akibatnya, beliau dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjarakan. Pada saat itu, saya masih seorang perwira muda. Saya merasa prihatin karena saya tahu bahwa beliau difitnah dan dipersalahkan mungkin oleh kelompok di dalam TNI yang tidak menyukainya. Ketika beliau dalam penjara, saya masih Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar spesifik jabatan di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian, saat saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Pada waktu itu, saya bertanggung jawab atas pembangunan markas Detasemen 81 di Jakarta dan pemilihan kontraktor dan subkontraktor. Saya mengetahui bahwa beberapa pemuda Bandung mendirikan sebuah perusahaan furnitur dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Kemudian, saya ditegur oleh salah satu atasan saya, yang mengatakan, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan itu…’

Source link