Ternyata sejak tahun 2019, banyak pabrik tekstil di Indonesia telah bangkrut, dan saat ini sebanyak 36 pabrik telah tutup.

by -80 Views
Ternyata sejak tahun 2019, banyak pabrik tekstil di Indonesia telah bangkrut, dan saat ini sebanyak 36 pabrik telah tutup.




Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri ternyata bukan baru-baru ini saja terjadi. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT tersebut awalnya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, beberapa diantaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK.

Akibatnya, kata Ristadi, pabrik tersebut tutup. Hingga menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. 

“Sebetulnya kami ada data 36 perusahaan tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK karena efisiensi. Ini data kami kumpulkan sejak tahun 2019. Dan ini baru hanya pabrik yang tempat anggota kami bekerja. Belum termasuk data pemerintah dan Apindo,” kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/6/2024). 

“Lokasinya pabrik-pabrik tersebut ada di pusat-pusat industri TPT. Ada di Jawa khususnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Mulai dari Kabupaten Serang, Tangerang, Bandung, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, Pekalongan, dan daerah lainnya,” tambahnya.

Hanya saja, dia mengaku enggan mengungkap nama-nama perusahaan tersebut. 

Namun, sejumlah nama di daftar tersebut sebenarnya telah pernah diungkap oleh Ristadi dan diberitakan CNBC Indonesia.

Ristadi mengatakan, nasib industri TPT di dalam negeri memang tidak sebaik industri elektronik yang masih bagus. 

“Terutama perusahaan-perusahaan tekstil keluarga, itu yang paling parah,” ujarnya. 

Foto: Pernyataan resmi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi terkait gelombang PHK pabrik tekstil (Rabu, 26/6/2024). (Tangkapan Layar)
Pernyataan resmi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi terkait gelombang PHK pabrik tekstil (Rabu, 26/6/2024). (Tangkapan Layar)

“Karena itu kami terus menyuarakan gelombang PHK yang sedang terjadi di industri TPT. Kami bukan corong pengusaha tekstil, tak ada sepeser pun kami menerima dari pihak mana pun. Advokasi dan perjuangan kami karena kami adalah corong bagi anggota kami yang ter-PHK dan belum mendapat pesangon, belum mendapat pekerjaan baru dan masih menganggur. Juga, kami corong bagi anggota yang masih bekerja tapi terancam kena PHK karena produksi di perusahaan tempatnya bekerja tidak stabil,” tukas Ristadi.

Saat ini, lanjutnya, pekerja di industri TPT, termasuk anggota KSPN banyak yang sudah terjerat utang untuk membiayai biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak mereka. 

“Anggota kami banyak mengalami kesulitan karena tidak ada sumber penghasilan baru. Karena itu kami terus mengangkat isu PHK ini, menyuarakan suara pekerja Indonesia yang mengalami PHK,” ucapnya.

“Kami meminta pemerintah segera menyelamatkan industri tekstil nasional, meminimalisir berhentinya pabrik dan menekan korban PHK yang terus berjatuhan,” kata Ristadi.

Selain itu, dia mengingatkan, perusahaan-perusahaan yang saat ini masih bertahan namun melakukan PHK, juga perlu mendapat perhatian khusus pemerintah.

“Jangan dianggap ini siklus biasa dunia usaha, ada yang tutup dan ada yang buka. Sebab lebih banyak yang tutupnya daripada yang baru. Terbukti, dari data yang kami punya, ada perusahaan-perusahaan yang tadinya hanya masuk daftar pabrik melakukan PHK untuk efisiensi, lalu kemudian tutup,” terangnya.

“Dan yang baru, setelah kami cermati ternyata mayoritas investasi pabrik export oriented, bukan untuk memenuhi sandang rakyat Indonesia,” pungkas Ristadi.

Saksikan video di bawah ini:

Video: Katanya Ekonomi Relatif Stabil, Kok Masih Banyak PHK?