Bunga yang Dibayar Lebih Besar dari Dana Pendidikan yang Disediakan

by -72 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis utang sedang melanda dunia, termasuk negara-negara pasar berkembang atau emerging markets. Bahkan, permasalahan tersebut mendapat perhatian khusus dari Paus Fransiskus saat Pertemuan Vatikan yang diselenggarakan tahun ini dan dihadiri oleh ekonom dan petinggi perbankan dunia.

Dalam pertemuan berjudul ‘Krisis Utang di Selatan Global’ pada 5 Juni lalu, Paus Fransiskus menyampaikan kepada para bankir dan ekonom bahwa negara-negara termiskin di dunia terbebani oleh utang yang tidak dapat diatasi dan negara-negara kaya perlu melakukan lebih banyak untuk membantu.

Negara-negara berkembang menghadapi tekanan utang publik sebesar US$ 29 triliun. Lima belas negara dalam kategori tersebut menghabiskan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga daripada untuk pendidikan, menurut laporan terbaru Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB. 46 negara di antaranya mengeluarkan lebih banyak uang untuk pembayaran utang daripada anggaran belanja untuk layanan kesehatan.

Krisis utang yang terjadi saat ini merupakan masalah yang paling buruk dalam era ekonomi global modern. Utang pemerintah secara keseluruhan di seluruh dunia meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun 2000.

Berbagai faktor seperti belanja pemerintah yang berlebihan atau keliru, serta fenomena masalah global yang tidak terkendali oleh sebagian besar negara telah memperparah masalah utang mereka.

Selain itu, pandemi Covid-19 telah membuat bisnis terhenti dan pendapatan pekerja menurun, sementara biaya layanan kesehatan dan bantuan sosial meningkat. Konflik kekerasan di Ukraina dan negara lain turut menyumbang pada kenaikan harga energi dan pangan. Bank sentral menaikkan suku bunga untuk menahan inflasi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi global juga melambat.

Paus Fransiskus menghidupkan kembali gagasan Kampanye Yobel untuk tahun 2025. Menyadari penderitaan dan kerusuhan akibat krisis utang, Paus Fransiskus menyerukan transformasi sistem keuangan global selain program pengampunan utang.

Pendanaan lembaga-lembaga seperti IMF tidak lagi mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi global atau beban utang. Perselisihan antara China dan Amerika Serikat juga semakin mempersulit penyelesaian krisis utang.

Di antara negara-negara peminjam terbesar seperti Ukraina, Mesir, Argentina, Ekuador, dan Pakistan, telah membayar biaya tambahan yang tinggi tahun lalu. Biaya tambahan tersebut pada akhirnya meningkatkan biaya pinjaman untuk semua negara yang terkena dampak.

Saat ini, prospek negara-negara terlilit utang sangat suram mengingat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Negara-negara berkembang tidak memiliki dana untuk membiayai pendidikan, infrastruktur, teknologi, dan layanan kesehatan. IMF memperkirakan sekitar 60% negara berpendapatan rendah berada dalam risiko tinggi mengalami kesulitan utang.

Kembali dari Pertemuan Vatikan, Joseph Stiglitz, mantan kepala ekonom di Bank Dunia, menyatakan bahwa program pengampunan utang masih belum memecahkan masalah yang lebih buruk dari beberapa dekade lalu.