Konflik Iran-Israel Mendorong Kenaikan Harga Minyak, AS Khawatir

by -93 Views

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016-2019, Arcandra Tahar, mengatakan bahwa hubungan antara konflik suatu negara dengan gangguan pasokan energi bukanlah hal baru. Hal ini sebagai tanggapan terhadap eskalasi konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel.

Menurut Arcandra, peristiwa seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya, seperti krisis energi pada tahun 1970-1980-an karena gangguan pasokan.

“Jadi dari tahun-tahun sebelumnya kita juga sudah memahami bahwa ini akan terjadi selalu,” kata Arcandra.

Dia mengungkapkan bahwa banyak negara saat ini tidak lagi memperhatikan dampak konflik terhadap harga energi dalam jangka pendek, melainkan bagaimana mereka bisa mengantisipasi kondisi tersebut.

Arcandra menyadari bahwa konflik di Timur Tengah berpotensi meningkatkan harga minyak mentah global karena tersendatnya pasokan, terutama karena wilayah tersebut adalah salah satu produsen minyak terbesar.

Dia juga menyinggung peningkatan produksi minyak AS yang luar biasa melalui teknologi shale oil. Arcandra menyebut AS dengan produsen shale oil dan menyebut bahwa AS tidak ingin harga minyak di atas US$ 100 per barel karena akan menyebabkan inflasi yang parah. Namun, AS juga tidak ingin harga minyak di bawah US$ 70 per barel karena ongkos produksi dari shale oil cukup tinggi.

Selain itu, Arcandra juga membahas tentang minyak yang berasal dari Arab Saudi dan Rusia, masing-masing disebut Syeikh Oil dan Sale Oil. Arab Saudi memiliki ongkos produksi minyak yang lebih rendah, sehingga bisa menyesuaikan harga lebih baik. Sementara Rusia memberikan diskon besar pada harga minyaknya untuk menjaga harga di atas US$ 70 per barel.

Semua negara ini memiliki strategi dan pertimbangan masing-masing terkait harga minyak yang mereka harapkan.