Global Strategic Challenges: Climate Change

by -109 Views
Global Strategic Challenges: Climate Change

Menurut prediksi oleh banyak pakar, termasuk dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia hanya memiliki 13 tahun mulai dari tahun 2023 untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah.

Dalam 13 tahun mendatang, ekonomi Indonesia harus tumbuh dengan cepat dengan tingkat di atas 6%—sebuah tantangan yang besar mengingat hal ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi global rata-rata hanya sebesar 2%. Selain itu, kita tidak hidup dalam isolasi, dan dunia saat ini sedang menghadapi berbagai krisis.

Pada bulan Oktober 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Tantangan di depan tidak semakin ringan tetapi semakin berat. Dunia tidak dalam keadaan baik. Terdapat perang, perubahan iklim, dan krisis pangan.”

Perubahan Iklim

September 2023 merupakan bulan September paling panas dalam sejarah Bumi. Kenaikan suhu global ini merupakan akibat dari peningkatan aktivitas manusia sejak revolusi industri pada tahun 1760-an, yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya di atmosfer.

Pada tahun 2015, 195 negara termasuk Indonesia menandatangani Perjanjian Paris, berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global menjadi maksimal 2 derajat Celsius di atas level pra-industri. Hal ini dapat dicapai dengan beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru dan terbarukan.

Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah berjanji untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru, mencoba pensiun dini dari pembangkit yang lebih tua, memberikan insentif untuk kendaraan listrik, dan mengembangkan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan seperti surya (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), panas bumi, dan air (Pembangkit Listrik Tenaga Air).

Pada tahun 2023, Indonesia juga meluncurkan pasar perdagangan karbon untuk memfasilitasi dan mempercepat insentif ekonomi untuk mencegah deforestasi dan proyek reboisasi.

Namun, upaya global untuk mencapai emisi gas rumah kaca net-zero belum optimal. Tahun ini, suhu rata-rata global telah mencapai 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.

Dampak dari kenaikan suhu ini dirasakan tidak hanya di luar negeri tetapi juga di Indonesia.

Perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan dan curah hujan ekstrim yang mengurangi produksi pangan, meningkatkan ketidakamanan pangan, meningkatkan harga pangan, dan mengancam nyawa.

Kenaikan permukaan air laut juga membahayakan nyawa penduduk Indonesia yang tinggal di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir. Sebagian Jakarta bahkan diprediksi akan tenggelam dalam 20-30 tahun mendatang jika tidak ada tindakan yang diambil.

Ini berarti kita harus segera mengembangkan kemampuan tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Misalnya, petani kita harus memiliki akses ke benih yang lebih tahan kekeringan. Rumah nelayan kita di pantai harus lebih kuat untuk menahan gelombang badai yang semakin tinggi.

Ini bukan tantangan kecil karena akan memerlukan sumber daya finansial yang signifikan dan kapasitas adaptasi yang tinggi.

Source link