Situasi di Haiti saat ini menjadi sorotan dunia setelah kelompok geng bersenjata berhasil menguasai ibu kota, Port-au-Prince. Hal ini menyebabkan Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri dari jabatannya. Kekerasan yang melibatkan gangster di Haiti telah terjadi selama bertahun-tahun, dan tuntutan terkait kepemilikan senjata api telah diungkapkan oleh para pembela hak asasi manusia dan masyarakat sipil.
Menurut Rosy Auguste Ducena, pengacara dan direktur program di Jaringan Pertahanan Hak Asasi Manusia Nasional Haiti, sebagian besar senjata dan amunisi yang beredar di Haiti berasal dari Amerika Serikat (AS). Hal ini disebabkan oleh lemahnya institusi negara, korupsi, dan kesulitan dalam memantau garis pantai negara tersebut.
Kondisi tersebut diperparah oleh ketidakstabilan politik selama bertahun-tahun, yang diakibatkan oleh intervensi asing dan politisi korup yang menggunakan kelompok bersenjata untuk kepentingan mereka. Pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada Juli 2021 juga membuat situasi semakin buruk dan meningkatkan pengaruh geng bersenjata di Haiti.
Geng-geng tersebut sekarang menguasai sekitar 80% wilayah Port-au-Prince dan menggunakan senjata canggih untuk mencapai tujuan mereka. Pendanaan untuk senjata ini berasal dari perdagangan narkoba, penculikan, pemerasan, dan kegiatan kriminal lainnya. Pada tahun 2023, lebih dari 2.490 orang diculik dan 4.789 kasus pembunuhan dilaporkan di Haiti.
Menurut laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2023, diperkirakan ada sekitar 500.000 senjata legal dan ilegal di Haiti pada tahun 2020. Sebagian besar senjata yang masuk ke Haiti berasal dari AS, termasuk pistol, senapan semi-otomatis, AR-15, dan AK-47.
Senjata dengan tujuan Haiti biasanya dibeli oleh individu yang dikenal sebagai “straw man” di negara bagian AS yang memiliki undang-undang senjata yang longgar. Selanjutnya, senjata tersebut diselundupkan ke Haiti melalui berbagai jalur, termasuk darat, udara, dan laut. Haiti memiliki garis pantai panjang dan perbatasan darat dengan Republik Dominika, yang digunakan sebagai jalur penyelundupan senjata api.
Pemerintah AS telah meningkatkan upaya mereka dalam membatasi aliran senjata ke Haiti, termasuk menunjuk seorang koordinator untuk mengatasi perdagangan senjata di kawasan Karibia, termasuk Haiti. Mereka juga membentuk unit investigasi kriminal transnasional di Haiti untuk memfasilitasi investigasi dan penuntutan terkait kejahatan seperti penyelundupan senjata api dan amunisi.
Situasi di Haiti menjadi semakin tegang dan memerlukan langkah-langkah untuk mengendalikan kepemilikan senjata api dan mengatasi geng kriminal yang mengancam keamanan dan stabilitas negara tersebut.