Jakarta, CNBC Indonesia – Dunia terus mendorong negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk bertahap meninggalkan sumber energi batu bara yang dinilai kotor dan penghasil emisi karbon terbesar.
Untuk bisa meninggalkan batu bara, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang mengeluarkan inisiatif Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan atau Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia agar meninggalkan batu bara dan membantu pembiayaan pengembangan energi bersih.
Tak tanggung-tanggung, Presiden AS Joe Biden sempat menyebut, inisiatif ini bernilai hingga US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun. Hal ini dilontarkannya saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2022 lalu di Bali.
Namun demikian, usulan tersebut tidak bisa serta merta dilakukan Indonesia. Terlebih, sekitar 1 juta orang akan terdampak bila batu bara ini benar-benar ditinggalkan.
Hal itu seperti yang diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif. Dia mengatakan bahwa pekerja di sektor pertambangan mencapai 300 ribu orang. Dengan memasukkan jumlah anggota keluarga, maka diperkirakan sekitar 1 juta warga akan terdampak jika batu bara ini benar-benar ditinggalkan.
“Tenaga kerja 300 ribu, kalau kita kali dengan jumlah setiap anggota 1 keluarga, hampir hidupi 1 juta orang,” ungkap Irwandy dalam sebuah acara seminar di Jakarta, dikutip Senin (18/3/2024).
Dia mengungkapkan, Ditjen Minerba Kementerian ESDM mencatat, pada tahun 2023 jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor pertambangan mencapai 308.107 pekerja. Sedangkan Tenaga Kerja Asing (TKA) mencapai 2.074 orang.
“Jumlah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No.3 Tahun 2020 tentang prioritas tenaga kerja lokal,” jelas Irwandy.
Belum lagi, sumber daya dan cadangan batu bara di Indonesia sangat besar. Irwandy menyebutkan, sumber daya batu bara di Indonesia mencapai 99,19 miliar ton dengan total cadangan sebesar 35,02 miliar ton.
Dengan begitu, menurutnya batu bara masih bisa menjadi sumber energi utama Indonesia hingga 20 tahun mendatang.
Dan jika diproduksi batu bara tahunan RI diasumsikan rata-rata 600 juta ton per tahun, maka dengan total sumber daya dan cadangan tersebut, batu bara dalam negeri masih memiliki umur hingga 60 tahun lagi.
“Cadangan sumber daya (batu bara) 99 miliar (ton), reserves 35 miliar ton. Jadi kalau rata-rata 600-700 juta ton per tahun, jadi umurnya 60-70 tahun. Batu bara masih energi utama di Indonesia untuk 10-20 tahun kalau saya bilang mungkin sampai 40 tahun, lalu relatif murah,” tandasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara pada 2023 tercatat mencapai Rp 173 triliun, lebih tinggi dari target 2023 sebesar Rp 146,1 triliun, namun lebih rendah dari 2022 yang mencapai Rp 183,5 triliun.
Adapun target PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara pada 2024 yakni “hanya” sebesar Rp 113,5 triliun. Batu bara diperkirakan menyumbang sekitar 70%-nya. [Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Boro-Boro Kiamat, Konsumsi Batu Bara RI Belum Sampai Puncak!
(pgr/pgr)