Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Harus Memenuhi Persyaratan Undang-Undang

by -80 Views

Undang-undang mengatur prosedur pembentukan undang-undang, termasuk dalam merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang sedang didiskusikan oleh Komisi III DPR. Pakar hukum tata negara dari Universitas Sriwijaya, Febrian, menjelaskan bahwa ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus diikuti dalam proses pembuatan UU atau revisi.

Dia menyatakan bahwa prosedur dan tahapan pembentukan UU, termasuk revisi UU MK, sudah diatur dalam UU 12/2011. Pembentukan UU menjadi wewenang DPR dengan melibatkan banyak partai politik.

Dalam proses pembentukan UU, seringkali terdapat isu politik yang melibatkan pihak berkuasa, seperti partai politik yang ingin merevisi UU MK. Isu kepentingan dalam revisi UU MK harus diselesaikan di DPR melalui partai pemenang pemilu. Presiden juga seharusnya mendapat dukungan dari partai politik pemenang.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menyatakan bahwa pemerintah belum sepakat terhadap draft RUU MK dalam rapat dengan Komisi III DPR. Oleh karena itu, penting untuk memastikan prosedur perundang-undangan terpenuhi sebelum RUU dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Mengenai substansi RUU, fraksi NasDem menekankan bahwa RUU ini harus berpedoman pada asas Lex Favor Reo, yakni implementasinya tidak boleh merugikan pihak yang terdampak, yaitu para hakim konstitusi yang sedang menjabat.

Selain itu, putusan 81/PUU-XXI/2023 memberikan panduan mengenai bagaimana rumusan revisi UU MK jika terdapat perubahan yang seharusnya berlaku untuk hakim konstitusi masa mendatang.

Menurut Taufik Basari, substansi RUU yang dibahas tidak masalah selama prinsip ini diikuti. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Hamdan Zoelva, mantan Ketua MK, yang menyarankan agar pembahasan RUU ini ditunda hingga pemilu selesai. Menurutnya, hal ini merupakan opsi yang baik untuk menghindari prasangka terhadap substansi RUU.